WHN "Jas Putih dan Luka Diam"

Nature



WHN "Jas Putih dan Luka Diam"

Sabtu, 19 April 2025, April 19, 2025

Faktaliputan-Jakarta
19-04-2025

*Pelecehan Seksual dalam Profesi Kedokteran: Sebuah Tanda Bahaya bagi Sistem Pendidikan yang Kita Bangun.*

Fitri Sepviyanti Sumardi
Fakultas Kedokteran Universitas Pembangunan Nasional ‘Veteran’ Jawa Timur
Staff Ahli Kedokteran Wawasan Hukum Nusantara.
 

Meningkatnya laporan kasus pelecehan seksual yang melibatkan oknum tenaga medis belakangan ini mengguncang kepercayaan masyarakat terhadap dunia kedokteran. Pelecehan seksual dalam konteks kedokteran memiliki kompleksitas tersendiri. Relasi dokter-pasien, pendidik-peserta didik, atau atasan-bawahan di institusi medis, semuanya berjalan dalam struktur yang sangat hierarkis. Dalam situasi ini, relasi kuasa tidak selalu disalahgunakan secara eksplisit. Namun ketimpangan tersebut menciptakan ruang sunyi yang sangat mudah dieksploitasi oleh pelaku, sekaligus menyulitkan korban untuk melawan.
Sebagai seorang perempuan dan bagian dari profesi ini, saya merasa terpanggil untuk menyampaikan kegelisahan banyak pihak, baik dari dalam maupun luar sistem. Hal ini disebabkan karena jika persoalan ini terus diabaikan, maka kita bukan hanya sedang membiarkan kejahatan berulang, tetapi juga sedang menggerogoti akar kepercayaan publik terhadap profesi yang mestinya melindungi, bukan melukai.
 
Tidak Cukup Menyalahkan Oknum
Frasa “hanya oknum” sudah terlalu sering digunakan untuk meredam gejolak. Padahal, ketika kasus-kasus serupa terus terjadi dan muncul dari berbagai daerah, institusi, dan level jabatan, kita harus bertanya lebih jauh: ada apa dengan sistem kita?
Pelecehan seksual tidak selalu datang dalam bentuk kekerasan fisik. Hal ini bisa berwujud komentar bernada seksual, pandangan merendahkan, sentuhan yang tidak beralasan medis, hingga pesan pribadi yang melewati batas profesional. Situasi menjadi kian rumit karena relasi antara dokter dan pasien, maupun antara senior dan junior dalam dunia medis, sangat sarat ketimpangan kuasa.
Banyak korban memilih diam karena takut disalahkan, dianggap mempermalukan institusi, atau khawatir akan masa depan karier mereka. Di sisi lain, pelaku sering kali adalah sosok yang disegani, memiliki jabatan struktural atau akademik tinggi, dan dekat dengan pengambil kebijakan.
 
Budaya Diam dan Absennya Mekanisme Perlindungan
Dalam dunia medis, terutama pendidikan spesialis dan rumah sakit, senioritas masih sangat kental. Ketika pelaku adalah atasan atau pengajar, pelaporan bisa diartikan sebagai bentuk pembangkangan. Maka tak jarang, kasus yang muncul diselesaikan secara internal, informal, atau bahkan disangkal sama sekali. Hal ini menjadi tanda bahaya; sebab institusi pendidikan dan pelayanan kesehatan seharusnya menjadi ruang aman, bukan ladang pembiaran terhadap kekerasan seksual.
Kita tidak bisa menutup mata terhadap fakta bahwa banyak institusi medis belum memiliki standar operasional procedur (SOP) yang tegas dan eksplisit dalam menangani kasus kekerasan seksual. Tidak sedikit pula yang memilih menyelesaikan kasus secara informal atau administratif, tanpa menyentuh akar persoalan atau menghentikan pola yang berulang.
 
Etika Medis di Tengah Tantangan Sosial
Dalam prinsip bioetika, kita diajarkan nilai-nilai nonmaleficence (tenaga medis harus menghindari tindakan yang dapat membahayakan pasien), autonomy (hak kebebasan dan kemandirian dari setiap individu), justice (kondisi yang bersifat adil terhadap suatu sifat, perbuatan maupun perlakuan terhadap sesuatu hal), dan beneficence (kewajiban moral untuk melakukan suatu tindakan demi kebaikan atau kemanfaatan orang lain (pasien)). Namun, apa arti prinsip tersebut jika ruang kerja dan belajar kita justru menjadi tempat terjadinya ketidakadilan dan penyalahgunaan kuasa?
Sudah saatnya pendidikan kedokteran mengintegrasikan pendidikan etika sebagai kompetensi inti—bukan hanya sebagai mata kuliah teoritis, melainkan sebagai pembentukan karakter, kesadaran sosial, dan literasi kekuasaan dalam praktik klinis.
 
Menuju Sistem yang Aman dan Bertanggung Jawab
Kita tidak bisa hanya berharap pada itikad baik individu. Yang dibutuhkan adalah reformasi sistemik di level institusi, organisasi profesi, dan regulasi nasional.
Berikut adalah beberapa poin penting yang perlu segera diterapkan oleh institusi medis dan organisasi profesi:
1. Revisi Kurikulum Etika dan Profesionalisme:
a. Etika harus diajarkan dalam konteks relasi kuasa, batasan profesional, dan keterampilan komunikasi. Termasuk di dalamnya edukasi tentang konsultasi, trauma-informed care, dan perlindungan kelompok rentan.
b. Pelatihan Etika Klinis dan Anti-Kekerasan Seksual Berbasis Kasus Nyata
• Pelatihan tidak boleh berhenti pada teori bioetika. Diperlukan modul interaktif berbasis case based discussion, role-playing, dan testimoni korban.
• Modul ini wajib diikuti oleh semua level: mahasiswa, residen, konsulen, hingga direktur rumah sakit.
2. Sistem Pelaporan dan Penanganan yang Independen:
• Diperlukan kanal pelaporan yang aman, bersifat independen dari struktur institusional, dan memiliki mekanisme investigasi yang transparan serta akuntabel di setiap rumah sakit pendidikan dan fakultas kedokteran yang beranggotakan lintas profesi (dokter, psikolog, hukum, perwakilan mahasiswa).
• Unit ini bertugas menerima laporan, melakukan investigasi awal, dan merekomendasikan sanksi tanpa campur tangan struktural atasan pelaku.
3. Audit Etik Berkala dan Protokol Chaperone (Pendamping Medis):
• Protokol pendampingan selama pemeriksaan, terutama yang bersifat sensitif, harus dijalankan dan diawasi sebagai bagian dari keselamatan pasien dan profesionalisme.
• Pemeriksaan urologi, ginekologi, dan prosedur yang melibatkan area privat wajib dilakukan dengan kehadiran pendamping medis (chaperone).
• Harus ada formulir informed consent khusus untuk pemeriksaan yang berisiko tinggi secara etis.
• Audit Etik Tahunan dan Publikasi Agregat Pelanggaran
- Seperti halnya laporan mutu pelayanan, audit etik harus menjadi bagian dari evaluasi rutin institusi medis.
- Laporan dapat memuat jumlah kasus, jenis pelanggaran dan bentuk penyelesaian, tanpa menyebut nama untuk menjaga privasi.
4. Revisi dan Penegakan Kode Etik oleh IDI dan KKI
• Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) perlu melakukan revisi mendalam terhadap kode etik, dengan menambahkan klausul (ketentuan khusus dalam suatu perjanjian, dapat bersifat memperluas atau membatasi) spesifik tentang kekerasan seksual, manipulasi relasi kuasa dan sanksi etik yang jelas.
• Penegakan harus transparan, dan hasil sidang etik harus dapat diakses oleh para ahli professional di seminatnya.
• Sanksi Tegas dan Publikasi Putusan Etik: Organisasi profesi harus menunjukkan keberpihakan pada korban, bukan pada pelaku yang memiliki nama besar. Ketegasan akan menjadi pesan moral bahwa profesi ini masih memiliki kompas etik.
5. Audit Etik Tahunan dan Publikasi Agregat Pelanggaran
• Seperti halnya laporan mutu pelayanan, audit etik harus menjadi bagian dari evaluasi rutin institusi medis.
• Laporan dapat memuat jumlah kasus, jenis pelanggaran, dan bentuk penyelesaian, tanpa menyebut nama untuk menjaga privasi.
Memulihkan Kepercayaan; Menjaga Marwah Profesi
Profesi kedokteran dibangun atas dasar kepercayaan. Ketika kepercayaan itu rusak, maka seluruh ekosistem kesehatan ikut terguncang. Pasien menjadi ragu, masyarakat menjadi curiga, dan sistem kehilangan moral yang menjadi fondasinya.
Tulisan ini bukanlah serangan terhadap profesi kedokteran, melainkan panggilan untuk membenahinya. Hal ini disebabkan karena ketika masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap dokter, yang tergadaikan bukan hanya nama baik profesi, melainkan kesehatan dan keselamatan seluruh bangsa.
Kita tidak bisa berharap perubahan datang dari luar. Sudah waktunya profesi ini membersihkan dirinya dari dalam. Untuk para korban yang berani bersuara: suara Anda berarti. Dan bagi kita semua yang memakai jas putih: keheningan kita bisa menjadi bentuk kekerasan berikutnya.
 

Catatan untuk redaksi:
Tulisan ini ditulis sebagai respons reflektif atas situasi aktual dan tidak mewakili institusi tempat penulis bekerja.

Faktaliputan-Jakarta
Redaksi

TerPopuler