Kepemimpinan dan Etika Dalam Bernegara Menurut drg. E. Susanty (Sahli Bidang Kedokteran WHN)

Nature



Kepemimpinan dan Etika Dalam Bernegara Menurut drg. E. Susanty (Sahli Bidang Kedokteran WHN)

Rabu, 16 Oktober 2024, Oktober 16, 2024
 
Faktaliputan-Jakarta
16 Oktober 2024

Pergantian rezim di ambang pintu, negara bersiap berpesta. Gunjang ganjing isu untuk mengadili pemimpin lama dan wacana pembatalan calon wakil presiden dilantik menjelang pergantian rezim berhembus kencang. Banyak catatan warna warni yang melatarbelakangi perjalanan menuju puncak bagi pemimpin yang baru.
Kerusakan yang ditinggalkan rezim lama sejak awal kepemimpinannya hingga akhir dan menjelang pergantian menjadi pembahasan di ruang-ruang publik dan ramai dibicarakan oleh para ahli-ahli politik, hukum dan tata negara.

Runtuhnya 3 pilar dalam bernegara yakni Konstitusi, Hukum dan Etika, menjadi tontonan sehari-hari dan layaknya pertunjukan wayang atau dagelan yang hanya dinikmati oleh rakyat, padahal sejatinya tidak boleh ada yang pincang di antara 3 pilar tersebut dalam bernegara.  
Konstitusi dikangkangi dengan mengobrak-abrik tatanan perundang-undangan. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dikebiri dan dilemahkan. Mahkamah Konstitusi dikelitik marwahnya dengan menguasai insitusi tersebut dan menggunakan kekuasaannya untuk menggebuk lawan politiknya. (https://majalah.tempo.co/read/opini/170015/dinasti-politik-jokowi) 

Hukum diobrak abrik, rencana jahat disusun semuanya hanya untuk melanggengkan kekuasaan dan sejatinya rakyat telah muak melihat manuver yang tidak beretika dan terang benderang dipertontonkan karena adanya gerakan massa menentang hal tersebut. Apa lacur mens rea dan actus reus kadung terbaca, rakyat bersatu dalam gerakan demonstrasi dan menggagalkan rencana busuk tersebut. (https://fnn.co.id/post/putusan-mk-membuyarkan-rencana-jahat-jokowi).  

Etika dalam bernegara tergerus habis, betapa masifnya rakyat dijejali setiap hari dengan berita dan informasi betapa tak beretikanya para pemimpin dan pemangku kebijakan di negeri ini. Apa yang terjadi dengan mereka yang begitu kita hormati dan dimuliakan dengan jabatan-jabatan prestisius itu? Seberapa tipis moral yang tersisa? https://www.cnnindonesia.com/nasional/20240403064931-617-1082088/daftar-pelanggaran-etika-jokowi-di-pilpres-2024-menurut-romo-magnis.

The Living Ideology yang kita sebut sebagai Pancasila, dikhianati dan hanya sampai di bibir-bibir para penguasa dan tidak pada realitasnya. Rakyat dipaksa untuk menerima perilaku tanpa etika para pemangku kebijakan dan tidak memiliki daya untuk mengkritisi mereka. Apa yang salah dengan kehidupan bernegara di negeri ini? Pil pahit yang harus ditelan dan menjadi racun bagi rakyat adalah keniscayaan yang mesti diterima atas penghianatan ideologi negara.
Kepemimpinan baru akan segera dilantik, banyak harapan yang diletakkan pada bahu presiden yang baru yakni Pak Prabowo. Beliau merancang zaken kabinet, disinyalir butuh banyak keberanian untuk merealisasikan kabinet tersebut. Budaya “utang budi balas body” dalam dunia perpolitikan di negeri ini bukan isapan jempol semata. Pak Prabowo harus berani menolak calon yang tidak ahli dan profesional di bidangnya.

Formasi zaken kabinet yang disinyalir lebih besar terendus sebagai bagi-bagi jatah para koalisi yang memenangkan presiden yang baru. Zaken kabinet menjadi paradoks, dengan beban APBN negara sekarang idealnya adalah kabinet yang ramping dan fully competence.
Semoga estafet kepemimpinan penguasa negara ini membawa kemashlahatan bagi rakyat yang sejatinya telah lelah berjibaku dengan kesulitan-kesulitan dalam menjalani kehidupan di negeri ini. Pendidikan yang semakin tak terjangkau, lapangan kerja yang sulit didapatkan tanpa adanya “ordal” orang dalam dan potret buram lainnya di sekeliling kita adalah salah satu diantaranya disebabkan krisis etika yang masif dan dan rusaknya moral kepemimpinan di negeri ini.

Simpan dulu mimpi-mimpi kita mencapai Indonesia Emas, selama perilaku bernegara dan etika para pemimpin tidak menberikan contoh yang baik. Jangan menimpakan kesalahan-kesalahan kepada rakyat, jujurlah kepada diri sendiri terutama jujurlah kepada kami rakyat kalian, kepada hukum dan konstitusi yang sudah diobrak obrik demi nafsu berkuasa.
Moral autority to governt for Prabowo sebagai Presiden yang baru harus cerdas dan tidak mengulangi kesalahan-kesalahan rezim lama. Harus bernyali dan tidak memelihara dan menumbuh sumburkan perilaku-perilaku tak beretika dari para pejabat atau pemangku kebijakan di era kepemimpinan selanjutnya.
 
Penulis:
drg Erni Susanty Tahir, MH, 
adalah staff dosen di Universitas Duta Bangsa Surakarta dan aktif di Organisasi Profesi PDGI Kab Cirebon (sie organisasi) serta sebagai staff ahli kesehatan dalam organisasi Wawasan Hukum Nusantara Jakarta.

Faktaliputan-Jakarta
Redaksi

TerPopuler