FAKTALIPUTAN.COM--Tanah jarang atau Rare Earth adalah unsur-unsur substitusi yang terbentuk pada mineral pembentuk batuan. Umumnya tanah jarang atau Rare Earth terakumulasi pada mineral-mineral aksesoris pada batuan berkomposisi asam seperti granitoids, contoh pada monasit, senotim, allanit, titanit, zircon, dst. Tanah jarang atau rre Earth ini dapat ditemukan di berbagai belahan dunia pada kondisi geologi yang unik. Tanah jarang atau Reare Earth tidak selangka yang dinamakan, konsentrasi rata-rata tanah jarang atau Rare Earth lebih besar daripada unsur-unsur logam industri dan mineral logam mulia seperti nikel, emas, dan perak. Batuan sumber tanah jarang atau Rare Earth dunia terutama karbonatit dan batuan alkalin-peralkalin terdapat di China, Amerika, Brazil, India, Afrika, Australia, Vietnam, dan Myanmar. Di Indonesia, potensi tanah jarang atau Rare Earth terutama berasal dari sisa pengolahan timah di Bangka-Belitung dan endapan letakan yang terdiri dari monasit, senotim, zirkon, rutil, dan titanit.
Dalam analisi yang sudah berjalan penulis mendapat beberapa hasil yang sudah didapat yang pertama dari adanya keunggulan perekonomiaan yang ada dalam Tanah Jarang dan bagaimana cara penagakan hukum di Indonesia terkhususnya di Kepulauan Bangka Belitung ini sendiri. Yang dimana kita tahu bahwa pertambangan di Indonesia mempunyai potensi daya jual yang tinggi, serta banyak kegunaannya baik dari bahan mentahnya atau yang sudah di olah mencakup pertambangan batabura, pertambangan logam, pertambangan timah. Sisa hasil tambang atau biasa yang disebut ‘Tanah Jarang’ ini sama hal dengan unsur betnaesit, zircon, monasit, dan xenotime, yang banyak ditemukan di daerah pertambangan, terkhususnya di Bangka Belitung.
Tanah jarang atau Rare Earth ini mempunyai potensi jangka panjang, karena dapat diolah untuk perkembangan teknologi yang saat ini sedang berkembang cukup cepat dan inovatif. Maka dengan ini berpengaruh terhadap peraturan peraturan penegakan hukumnya, Saat ini peraturan yang digunakan atau yang ada hanya peraturan dari Undang-undang No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dan Peraturan ESDM No. 25 tahun 2018. Penetapan KESDM ini termuat pada tanggal 19 Desember 2022, telah menetapkan Rencana Nsional Pertambangan Mineral dan Batubara untuk 2022-2027 melalui Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 301. K/MB.01/MEM.B/2022 ("Keputusan Menteri No. 301"). Regulasi ini membahas produk produk tambahan dari mineral yang diperoleh dari sisa bijih timah yang telah diproses dan dimurnikan di Kepulauan Bangka Belitung. Pemerintah akan mengoptimalkan penggunaan batubara dan mineral dengan melakukan peningkatan nilai tambah nasional, termasuk manajemen dan pemanfaatan tanah jarang dalam transmisi, penyimpanan, dan kendaraan listrik terbarukan.
Pada tahun 2021 yang lalu Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan logam tanah jarang (rare earth) banyak diekspor secara ilegal di Bangka Belitung, diketahui bahwa salah satu eksportir yang baru saja ditangkap. Modus dari ekspor ilegal ini diketahui setelah adanya eksportir yang membawa barang berbeda dengan apa yang dilaporkan, ternyata barang yang dibawa adalah rare earth. Terkait dengan harga, tanah jarang disebut sebut lebih mahal dibanding timah. Tanah jarang tersebut bisa dijual per Kg, sedangkan pasir timah dijual per metrik ton.
Dari hasil yang penulis dapat hingga saat ini serta telah melakukan wawancara dengan Penegak Hukum terkhususnya kepada Reskrimsus Polda Bangka Belitung yang diwakilkan oleh AIPDA Rizky Fachrullah, S.H. dan BRIGADIR Harry Pranajaya, S.H. yang memberi kesaksian bahwa tanah jarang ini juga termasuk dalam kategori pasir timah, yang dimana tanah jarang ini hasil dari pengelolaan atau pencucian dari pasir timah sehingga terpisah ari timah dengan tanah jarang yang mempunyai kandungan monazit dan zircon. Dalam kesaksiaannya juga pernah ada kasus penangkapan tanah jarang atau teiling, penangkapan ini dilakukan saat sedang pengiriman yang berjumlah kurang lebih 1200ton pada tahun 2017, yang tidak diketahui darimana asal tanah jarang atau teiling tersebut sehingga pelaku dikenai Pasal 161 UU MINERBA.
Penulis Mahasiswa Riset MBKM 2024 Esther Hanaya, Izza Maulana, Anggi Safitri