faktaliputan.com - Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No 2 tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) menuai banyak kritik. Bahkan, Serikat Buruh Persatuan Indonesia (SBPI) PTPN VII Lampung menilai aturan tersebut jahat.
"Itu bukan JHT tapi jahat! JHT itu haknya buruh, itu juga uangnya buruh, dipotong dari upah buruh setiap bulan. Iya buat apa pemerintah yang ngatur, kok pemerintah kepo? (Bikin) Aturan saja yang lain, jangan uang buruh," tegas Ketua SBPI PTPN VII Lampung, Rifky Indrawan, Rabu (16/2).
Menurutnya, Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang diusung menggantikan JHT tak semua buruh bisa mendapatkannya karena ada persyaratan. Sementara JHT, berapapun gaji buruh, semua mendapatkannya.
"Lucunya JHT ada syaratnya gaji maksimal ya tidak ada buruh yang memenuhi. Yang bisa mendapatkan JHT itu hanya buruh harian lepas kayak kuli panggul. Tapi kuli panggul juga tidak mendapatkan JHT karena tidak ada slip gaji. Sudahlah pemerintah tidak usah bingung-bingung, JKP juga menggunakan APBN, kalau JHT itukan dari gaji kami," ujarnya.
Rifky berharap pemerintah segera mencabut aturan tersebut dan kembali ke aturan lama walaupun di aturan lama prosesnya cukup ribet.
"Balik saja aturan yang lama, aturan lama saja tidak benar, prosedurnya saja masih ribet, apalagi aturan baru ini harus nunggu (umur) 56 tahun. Jadi kami akan tetap menyerukan aksi digital sampai permintaan terpenuhi," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Dewan Perwakilan Cabang (DPC) Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) 1992 Lampung, Deni Suryawan, juga mengaku tidak sepakat dengan adanya Permenaker soal JHT, karena tidak relevan dan menyengsarakan buruh.
"Kami minta segera dicabut, karena menyengsarakan buruh dan pekerja itu sendiri. Nanti kita akan berkonsolidasi dengan stakeholder terkait untuk menyuarakan penolakan," pungkas Deni. Rmol