faktaliputan.com-Indonesia terancam menghadapi krisis listrik akibat defisit pasokan batubara di pembangkit PLN.
Pemerintah menyebut ketersediaan batubara diperkirakanberada di bawah batas aman untuk mencukupi kebutuhan selama 15 hari.
Sehingga Pemerintah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengeluarkan kebijakan larangan ekspor batubara bagi perusahaan batu bara.
Kebijakan ini diberlakukan selama satu bulan, terhitung sejak 1 Januari hingga 31 Januari 2022.
"Kenapa semuanya dilarang ekspor? Terpaksa dan ini sifatnya sementara. Jika larangan ekspor tidak dilakukan, hampir 20 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan daya sekitar 10.850 mega watt akan padam,” ujar Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ridwan Jamaludin (1/1/2022).
Merespon hal tersebut, Pakar Environment, Social & Governance (ESG) dan pembangunan berkelanjutan dari National Center for Sustainability Reporting (NCSR) Indonesia, Stella Septania mengungkapkan pandangannya.
Adanya fenomena kebijakan larangan ekspor batu bara ini, membuktikan bahwa Indonesia masih belum bisa melepaskan ketergantungan terhadap energi yang berbasis dari fosil.
Stella mengungkapkan, peningkatan bauran energi baru terbarukan (EBT) harus terus digenjot sangat serius, dan tidak boleh ditunda-tunda.
“Oleh kerena itu, meningkatkan sumber energi lain, utamanya EBT dalam bauran energi nasional (energy mix) menjadi strategis dan urgent tidak bisa ditunda-tunda lagi,” ucap Stella saat dihubungi Tribunnews, Kamis (6/1/2022).
“Jika bauran energi kita terus condong ke salah satu sumber energi saja seperti saat ini, kita ibarat seperti setir mobil tapi ban cadangan yang dibawa kemps,” sambungnya.
Stella kembali mengungkapkan, secara umum energi terbarukan yang biasa dimanfaatkan seperti photovoltaic (solar panel), angin (wind turbine), hidro dan micro hidro, ombak (wave and tidal), juga Geothermal.
Dari berbagai macam sumber EBT, menurut Stella terdapat beberapa yang paling potensial untuk kondisi Indonesia.
Yaitu PV (solar panel), hidro dan microhydro, angin, dan yang paling potensial adalah geothermal atau panas bumi.
“Potensi cadangan Geothermal indonesia mencapai 40 persen cadangan geothermal global, kedua terbesar di dunia dengan potensi total pembangkitan lebih dari 23 gigawatt. Dan saat ini kita baru memanfaatkan 3,65 Gigawatt saja,” jelas Stella.
“Menurut saya jika dikelola dengan baik, geothermal bisa jadi harta karun EBT-nya Indonesia,” pungkasnya.(gelora)